Sintren Seni Mistis Jawa yang Masih Hidup di Tengah Modernitas
Indonesia dikenal kaya akan seni budaya yang sarat makna, salah satunya adalah Sintren. Tradisi ini berasal dari Jawa, khususnya daerah pesisir utara Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Cirebon. Sintren bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi juga ritual yang penuh dengan unsur mistis, kepercayaan, dan simbol kehidupan masyarakat.
Meski kini dunia semakin modern, kesenian Sintren tetap menarik perhatian. Bukan hanya sebagai hiburan, melainkan juga warisan budaya yang mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap hubungan manusia dengan dunia spiritual.
Apa Itu Sintren
Sintren adalah kesenian tradisional yang menampilkan seorang penari perempuan yang sebelumnya dikurung dalam kurungan ayam atau ditutup kain. Dengan diiringi musik gamelan dan doa khusus, penari kemudian keluar dalam keadaan berubah penampilan, biasanya mengenakan busana cantik lengkap dengan aksesoris, seakan-akan ada kekuatan gaib yang merasuki tubuhnya.
Uniknya, penari Sintren sering digambarkan berada dalam keadaan trance atau tidak sadar sepenuhnya saat menari. Gerakannya halus, penuh pesona, dan sering dianggap sebagai simbol kehadiran roh leluhur atau kekuatan mistis.
Asal Usul dan Legenda Sintren
Sintren tidak bisa dilepaskan dari cerita rakyat. Legenda yang paling terkenal adalah kisah cinta Sulasih dan Sulandono.
- Sulandono adalah putra Sunan Muria, seorang wali penyebar Islam di Jawa.
- Sulasih adalah kekasihnya, seorang gadis jelata.
Cinta mereka ditentang keras oleh keluarga Sulandono. Karena perpisahan itu, Sulasih kemudian melakukan ritual yang akhirnya menjadi cikal bakal tarian Sintren. Konon, saat ia menari, rohnya terhubung dengan Sulandono, sehingga tarian ini dipercaya sebagai simbol kerinduan dua insan yang dipisahkan oleh keadaan.
Proses Ritual Sintren

Pertunjukan Sintren tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada tata cara khusus yang harus dipenuhi, antara lain:
- Pemilihan Penari → biasanya perempuan muda yang masih suci atau perawan.
- Doa dan Mantra → pawang atau dukun akan memimpin doa sebelum prosesi dimulai.
- Kurungan Ayam atau Kain Penutup → penari dimasukkan ke dalam kurungan ayam atau ditutup kain besar.
- Perubahan Mistis → setelah doa dibacakan dan musik dimainkan, penari keluar dalam keadaan sudah berdandan cantik.
- Tarian Trance → penari menari dalam kondisi trance, seolah digerakkan oleh kekuatan lain.
Proses inilah yang membuat Sintren dianggap unik dan berbeda dengan kesenian tari lainnya.
Nilai dan Makna Sintren
Di balik nuansa mistisnya, Sintren menyimpan berbagai makna budaya, antara lain:
- Simbol kerinduan dan kesetiaan → kisah Sulasih dan Sulandono melambangkan cinta yang tetap hidup meski terpisahkan.
- Keharmonisan dengan alam dan roh leluhur → doa dan ritual menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia spiritual.
- Identitas budaya → Sintren menjadi bagian dari identitas masyarakat pesisir Jawa, khususnya Cirebon dan sekitarnya.
Sintren di Era Modern

Seiring perkembangan zaman, Sintren mulai jarang dipentaskan. Namun, beberapa daerah masih melestarikannya, terutama sebagai bagian dari acara adat, perayaan budaya, atau festival pariwisata.
Kini, Sintren tidak hanya dipandang sebagai ritual mistis, tetapi juga seni pertunjukan yang memiliki nilai estetika. Pemerintah daerah dan komunitas budaya berusaha menjaga kelestariannya dengan menampilkan Sintren dalam event budaya, sekaligus memperkenalkannya ke generasi muda.
Selain itu, unsur mistis dalam Sintren sering ditafsirkan ulang sebagai simbol seni, bukan sekadar ritual gaib. Dengan begitu, kesenian ini tetap bisa eksis di era modern tanpa kehilangan makna aslinya.
Kesimpulan
Sintren adalah kesenian tradisional Jawa yang sarat dengan nilai mistis, legenda, dan simbol budaya. Berawal dari kisah cinta Sulasih dan Sulandono, Sintren berkembang menjadi pertunjukan yang memadukan musik, doa, dan tarian trance.
Meski zaman terus berubah, Sintren masih memiliki tempat di hati masyarakat. Kesenian ini mengingatkan kita bahwa budaya adalah identitas, dan menjaga tradisi berarti menjaga jati diri bangsa.
